Kamis, 23 Mei 2019

Posted by IKOM 2C On Mei 23, 2019



Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) merupakan kanivora besar yang menjadi sumber perdebatan tentang keberadaannya. Sejak IUCN menyatakan punah pada tahun 1973. Didukung juga pernyataan dari WWF pada tahun 1996 setelah melakukan penelitian di Taman Nasional Merubetiri dengan menggunakan kamera penjebak system injak. Dan setelahnya dunia menganggap mamalia besar ini punah.

Kelompok Ekspedisi Pecinta Alam Indonesia melakukan Ekspedisi Menjemput Harimau Jawa pada tahun 1997 di Taman Nasional Meru Betiri sebagai upaya pencarian kanivor yang dianggap punah tersebut. Sofyan Eyanks salah satu peserta ekspedisi menceritakan kejadian dan hasil temuan selama ekspedisi yang mengindikasikan Harimau Jawa belum punah. Berbagai temuan terdokumentasikan memperkuat bebagai data dan informasi keberadaan Harimau Jawa.

Pada tahun 2018 lalu pun, EKPAI melakukan ekspedisi Menjemput Harimau Jawa lagi. . Ekspedisi kali ini pun dilakukan di Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan salah satu habitat dari Harimau Jawa sendiri, dengan tujuan yang sama yaitu :

1. Meningkatkan peran pecinta alam dalam pengelolaan kawasan konservasi sebagai habitat berbagai satwa, plasma nutfah dan sumber penghidupan masyarakat.

2. Membuktikan keberadaan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) pada kawasan Taman Nasional Ujungkulon sebagai salah satu habitat hutan-hutan di Jawa.

Agung Prabowo yang biasa dipanggil Bang Agung ini menjadi salah satu peserta di Ekspedisi Menjemput Harimau Jawa pada tahun 2018 lalu, dia mendapat pengalaman secara langsung selama 10 hari di lapangan setelah sebelumnya menjalani perbekalan materi selama 4 hari. Dan tahun ini juga Bang Agung mendapat kesempatan menjadi koordinator Ekspedisi Pecinta Alam Indonesia (EKPAI) 2019 "Menjemput Harimau Jawa" di Kawasan Pegunungan Sanggabuana.

Selama 10 hari di lapangan berbagai temuan yang mengindikasikan adanya Harimau Jawa di wilayah TN Ujungkulon pun didapatkan. Dari cakaran yang ada di pohon, feses juga jejak canivor yang diindikasikan milik Harimau Jawa pun didapatkan.
Dokumentasi : EKPAI 2018

Gambar tersebut merupakan hasil ekspedisi pada tahun 2018 dimana Bang Agung menjadi salah satu pesertanya. Digambar itu terlihat seseorang sedang mengukur cakaran yang ada di pohon. Disana tertulis juga ukuran cakaran 26 x 9 cm, dengan tinggi 233 cm.

“dari cakaran yang kita temukan juga bisa dapat DNA pemilik cakaran tersebut. Dengan mencari bulu yang tersisa di sekitar cakaran yang ada” ujar Bang Agung

“kemarin waktu ekspedisi juga ada salah satu peserta yang denger suara auman yag diindikasikan suara Harimau Jawa” jelas Bang Agung lagi

“suara Harimau Jawa juga beda sama suara jenis kucing-kucingan yang lain, suara aumannya berbeda dari suara macan tutul.” lanjut Bang Agung saat ditanya perihal suara auman Harimau Jawa.

Tidak sedikit aktifis lingkungan yang lebih memilih setuju pernyataan punah demi untuk melindungi keberadaan Harimau Jawa. Dengan pernyataan punah, Carnivor tersebut dapat bebas menjelajah habitatnya dengan aman dan berkembang biak. Namun argumen ini bertolak belakang dengan harapan. Perburuan Harimau Jawa justru menjadi lebih bebas. Tidak ada hukum berburu hewan yang sudah punah. Jika pun ada informasi perburuan, akan disebut sebagai mitos atau mengada-ada. Kondisi ini terbukti dengan terbunuhnya harimau jawa akibat perburuan dan terjebak tahun 2012 – 2014. Bukti fisik berupa kulit dan gigi harimau dapat terdokumentasikan langsung dari sumbernya.

“Karivora besar sebagai Top predator seperti harimau jawa dan macan tutul. yg terpenting bagi kelangsungan hidup karnivora besar yaitu ketersedian satwa mangsa (prey). Penting nya karnivora besar untuk menjaga keseimbangan rantai makanan. Pembuktian keberadaannya sebagai penyelamat hutan di Jawa dan meningkatkan kawasan konservasi.” Jelasnya lagi saat ditanya pentingnya peran Harimau Jawa di habitat.

“Tambahan pola tingkah laku harimau Jawa ketika memangsa satwa tidak rakus, ketika makan sesuai kebutuhannya walaupun Harimau Jawa adalah top predator akan tetap menjaga keseimbangan rantai makanan” lanjutnya lagi

Harapan Bang Agung ketika menemukan bukti keberadaannya pemerintah harus menjaga kawasan tersebut sebagai rumah, dan terus menjaga ketersediaan satwa mangsanya (prey). Tidak dengan cara memindahkan top predator tersebut ke tempat lain, karena perlu beradaptasi dengan lingkungan barunya, harapan nya bisa mengkonservasi ekosistem khusus nya endemik khas Indonesia.



(Nurul Suhartin Hasni, 1810631190125)












0 komentar:

Posting Komentar