Jumat, 24 Mei 2019

Posted by IKOM 2C On Mei 24, 2019


Angklung Alat Musik Multitonal (bernada ganda) Yang secara Tradisional Berkembang Dalam Masyarakat Sunda Kata angklung berasal dari 2 kata bahasa sunda yaitu “angkleung-angkleung” yang artinya diapung-apung dan “klung” yang merupakan suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Dengan kata lain angklung berarti suara “klung” yang dihasilkan dengan cara mengapung-apungkan alat musik tersebut. Jadi angklung dimainkan dengan cara mengapung-apungkan atau menggoyang-goyangkannya.

Angklung pertama kali diketahui ada pada masa kerajaan sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Pada masa itu masyarakat sunda percaya bahwa dengan memainkan angklung dapat menyenangkan Nyai Sri Pohaci yang dipercaya sebagai Dewi kesuburan bagi rakyat sunda, sehingga tanaman apapun yang ditanam oleh rakyat saat itu akan tumbuh dengan subur. Selain itu, angklung juga digunakan untuk menyemangati para pejuang yang berperang, sehingga pemerinta Hindia Belanda pernah melarang alat musik itu untuk dimainkan. Dan keberadaan angklung tidak terlepas dari bapak Daeng Soetigna yang menemukan alat musik tersebut pada tahun 1938 dan mang Udjo Ngalagena yang pada tahun 1967 mendirikan pusat pembuatan dan pengembangan kreasi kesenian angklung yang dikenal dengan nama Saung Angklung Mang Udjo.

 Alat musik angklung terus berkembang sehingga menghasilkan beberapa jenis angklung baru yang membuat alat musik angklung menjadi beragam. Angklung kanekes yang berasal dari Baduy, angklung reog dimainkan untuk mengiringi tarian Reog Ponorogo, angklung banyuwangi biasanya disebut caruk, angklung bali mempunyai nama lain rindik, angklung dogdog lojor merupakan kesenian yang dilakukan oleh masyarakat Banten Kidul untuk menghormati padi, angklung gubrag berasal dari Bogor, angklung buncis berkembang di daerah Baros kabupaten Bandung, angklung badud digunakan untuk mengarak pengantin sunat dan berkembang di daerah Tasikmalaya, angklung bungko berasal dari Cirebon, angklung padaeng dikenalkan oleh Daeng Soetigna dan angklung tersebut jika hanya memakai nada bulat saja disebut angklung sarinande, angklung toel diciptakan oleh Yayan Udjo dan dimainkan oleh satu orang, angklung sir murni digagas oleh Eko Mursito Budi untuk robot angklung.

Dalam pembuatan angklung bahan-bahan yang digunakannya harus sangat diperhatikan. Pilihlah bambu yang memiliki usia antara 4-6 tahun, karena bambu yang baik biasanya memiliki usia antara 4 hingga 6 tahun. Potonglah dasar bambu dengan ukuran tidak lebih dari 2-3 jengkal dari permukaan tanah. Kemudian bambu disimpan dalam waktu minimal seminggu atau lebih untuk memastikan bahwa bambu benar-benar kering dan tidak berair. Setelah seminggu, bambu harus dipisah dari cabang-cabangnya dipotong beberapa ukuran. Setelah mendapat ukuran yang tepat, bambu tersebut harus disimpan satu tahun untuk mencegah gangguan hama dan agar lebih kuat. Cara menyimpan bambu tersebut dapat dengan merendam di lumpur, di kolam, di sungai, maupun diasapi di perapian. Namun terdapat metode modern dengan cara menggunakan cairan kimia. Instrumen bambu terdiri dari 3 bagian yaitu tabung suara, kerangka, dan dasar. Untuk menyetel dengan nada tinggi, anda dapat memperkecil volume dengan memotong ujung bambu. Sedangkan untuk memperbesar volume, bibir tabung dapat ditipiskan menggunakan pisau. Setelah tabung dirasa memiliki nada yang diinginkan, maka dapat dikaitkan dengan rotan maupun tali.

Angklung juga sudah terkenal di dunia. Hal itu dapat dibuktikan dengan Pada 2008 terdapat 5.000 pemain angklung di Washington DC dan memecahkan rekor terbaru saat itu. Sejak November 2010, UNESCO sudah mencatat angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) April 2015 sebanyak 20.704 orang berkumpul bersama-sama di Stadiun Siliwangi Bandung untuk memainkan lagu “I Will Survive” dan “We Are The World” dengan menggunakan alat musik angklung.

Dinda Maria



1810631190114




0 komentar:

Posting Komentar